top of page
Writer's pictureVicario Reinaldo

Cara mengetahui saat yang tepat untuk berhenti | #41

Updated: Apr 16


Ga selalu pantang menyerah adalah atribut yang perlu kita pertahankan


Hi buddy

Pernah nggak sih lo mendengar pepatah yang mengatakan bahwa winners never quit?

Orang itu kalau mau berhasil nggak boleh menyerah

For a verry long time gue percaya akan hal ini

Beberapa waktu yang lalu gue baca quit by Annie Duke



Setelah baca buku ini gue jadi mempertanyakan

Apa memang benar Winner never quit?

Jadi di episode kali ini gue akan bahas lesson yang gue pelajari dari buku itu yang membantu gue


Gue ga jadi orang yang gampang menyerah tapi menjadi lebih intensional untuk memutuskan

Kapan waktu yang tepat untuk menyerah dan melanjutkan perjalanan

Let’s get started

Kenapa Quitting Bisa Menjadi Strategi yang Oke

Stewart Butterfield mendirikan sebuah gaming company bernama Tiny Speck

Awalnya company ini sangat menjanjikan karena berhasil mendapatkan ratusan ribu pengguna

Setelah dilihat hanya 5% yang membayar biaya langganan


Tentunya ini bukan fondasi yang kuat dalam membuat bisnis yang sustainable

Di situasi ini, Stewart dan tim ngerun marketing campaign intensif

Campaign ini berhasil meningkatkan jumlah pengguna dan pemasukan secara signifikan


Investor juga excited karena ini dianggap sebagai sebuah momentum

Siapa sangka, Stwart memutuskan untuk berhenti dan balikin duit investor

Baik karyawan maupun investor kaget dengan keputusan ini

Stewart melihat dengan kacamata yang berbeda


Dia menyadari kalau mau grow companynya dengan konsisten, dia perlu secara konsisten bakar uang

Situasi ini terlihat sebagai sebuah pertarungan yang akan sangat melelahkan dengan potensi kekalahan yang besar


Setelah quit dari gaming company ini, Stewart membuat sebuah startup baru

Startup tersebut adalah Slack, chat yang biasa dipake internal perusahaan

Di tahun 2020, Slack diakuisisi oleh Salesforce senilai 27.7 milyar dollar

Yep ternyata story ini punya happy ending


Gue ga bilang semua quitting story akan punya happy ending seperti ini

Belum tentu ketika quit kita akan mendapatkan hasil yang lebih baik

Dengan share study ini gue berharap lo jadi bisa mempertimbangkan quitting sebagai startegi yang oke


Jebakan Untuk Quitting

Biarpun quitting ternyata can be a good strategy sayangnya tidak semudah itu untuk kita quit

Ada 3 jebakan yang sering terjadi yang membuat kita bertahan padahal sebaiknya kita udah harus cabut


Endowment effect

Fenomena dimana kita terlalu terikat dengan sesuatu yang kita miliki.

Misalnya lo diminta untuk memimpin sebuah project

Semua orang di kantor lo tau kalau project ini adalah “baby” lo

Ketika projectnya perlu untuk di stop, lo akan lebih susah buat berhenti

Karena ada rasa memiliki terhadap project tersebut


Ga cuma ke project, kita juga bisa punya endowment effect sama identitas kita

Misalnya selama ini kita merasa bahwa kita jadi orang yang disenangi karena cenderung memendam kritik

Ketika orang-orang terdekat kita menyadarkan kita perlu untuk lebih asertif, kita mungkin punya resistensi

Karena buat kita menjadi orang yang disenangi artinya memilih diam


Sunk Cost Fallacy

Perasaan sayang untuk berhenti karena kita sudah mengalokasikan banyak sumber daya ke dalam suatu project

Kita merasa sayang untuk berhenti dan gamau usaha kita ini sia sia

Dalam situasi ini, kadang bukannya berhenti, kita malah berusaha dengan lebih keras

Ini dinamakan escalation of commitment


Gue pernah melihat fenomena ini terjadi di seorang teman

Dia memiliki kemampuan operasional tapi rolenya menuntut untuk punya kemampuan teknis

2 tahun terakhir dia sudah mecoba berbagai cara tapi masih belum memenuhi ekspektasi


Padahal sebenernya 2 tahun waktu yang udah cukup lama untuk mengevaluasi apakah ini worth it

Apakah kalau kita quit lebih awal maka lebih baik?

Ternyata belum tentu

Itulah jebakan quitting yang ketiga


Too early to quit

Gue adalah orang yang menganut prinsip kalau bisa kita quit ketika lagi di atas

Sebaiknya kita quit karena pilihan kita bukan karena tuntutan keadaan

Ternyata ini juga belum tentu baik karena kita jadi rentan mendapatkan manfaat maksimal dari sebuah kesempatan


Beberapa kali gue beli saham dan merugi

Ketika sahamnya balik modal, gue seringkali buru buru jual karena gue ga siap kalau turun lagi

Di banyak kejadian, harganya malah naik terus dan keuntungan gue ga maksimal

Jadi timing untuk quit itu ga bisa terlalu lama dan ga bisa terlalu cepat juga


Tips Mindful Quitting

Buat lo yang baca sampe sini, hopefully lo mulai mempertimbangkan quitting sebagai strategy

Lo juga sadar kalau untuk quit tidak semudah itu

Ada alasan psikologis yang mungkin menghambat kita

At the same time, coba 3 tips ini untuk bisa menjadi quitter yang lebih baik


Berhenti sebelum memulai

Untuk jelasin ini gue akan pake analogi

Bayangin lo mau memulai sebuah usaha topeng monyet

Monyet tersebut perlu bisa menari di atas panggung

Jadi yang perlu lo lakukan adalah membangun panggung dan melatih monyetnya


Dari dua hal ini, yang lebih mudah adalah membangun panggungnya

Jadi kita fokus dengan hal yang mudah terlebih dahulu

Ketika kita ditanya gimana kita mau melatih monyetnya, kita berdalih kalau kita mau fokus sama yang ada depan mata

Kita menolak melihat hal yang jauh karena hal tersebut membuat kita tidak nyaman


Gue mencoba menerapkan ini dengan ga lagi membuat podcast

Merekam podcast sederhana bukan hal yang sulit

Yang sulit adalah membuat podcast tersebut bisa dinikmati banyak orang

Tidak seperti konten pendek, podcast sulit untuk ditemukan oleh pengguna baru

Makanya gue memutuskan untuk berhenti sebelum gue memulai


Tentukan Kill Criteria dari Project

Kill Criteria adalah kriteria yang kita tentukan untuk “membunuh” suatu project

Ada baiknya kita lakukan ini sebelum projectnya dimulai

Ketika kita sudah di tengah project, endowment dan sunk cost fallacy kita kuat banget

Sehingga akan jauh lebih susah untuk kita bisa menilai situasi dengan lebih objective


Di bulan Februari, gue memutuskan untuk mendeprioritisasi akun instagram career buddy

Keputusan ini gue ambil setelah gue menentukan target di bulan Desember

Saat itu gue set target untuk bisa hit 20 ribu follower di bulan Maret

Kita eksperimen dengan berbagai format dan collab tapi hasilnya belum sesuai


Ketika keputusan dibuat, gue merasa lega

Saat ini gue jadi bisa fokus buat negmbangin akun instagram vicarioreinaldo

So far kita dapat momentum positif yang sesuai dengan target yang diset


Punya Tujuan Yang Flexible

Seringkali kita memiliki tujuan yang fixed

Padahal situasi di sekitar kita berubah

Sehingga ada baiknya kita mempertanyakan relevansi dari tujuan yang kita set

Misalnya kita diminta untuk mendeliver sebuah campaign pada tanggal 30 Juni 2024 dengan requirement a,b,c,d,e


Di tengah jalan ada beberapa perubahan requirement, ada campaign dari kompetitor, dan juga ada penyesuaian budget

Dalam situasi ini, ada baiknya campaign tersebut dievaluasi seperti

  • seberapa drastis dampak perubahannya?

  • requirement apa yang dibutuhkan?

  • seberapa adjustable deadlinenya?


Sangat bisa jadi setelah diteliti ulang, udah ga make sense lagi untuk ngelakuin campaignnya

Bisa jadi juga ganti konsep secara drastis sehingga udah kayak campaign baru

Berhenti untuk melanjutkan hal yang ga lagi berkontribusi terhadap tujuan kita

Tujuan yang ga fleksibel kurang cocok untuk dunia yang fleksibel


Closing Thought

Kita hidup di dunia yang dinamis

Situasi kita berubah

Orang di sekitar kita berubah

Bahkan kita pun berubah

Oleh karena itu semoga episode ini ngasi lo tool untuk bisa lebih flexible dalam menentukan definisi sukses buat lo


Sukses bukan sekedar mendapatkan semua hal yang kita mau

Sukses bisa dilihat apakah dalam jangka panjang kita bisa lebih dekat dengan tujuan kita

Kalaupun engga, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari situasi tersebut

Semoga lo jadi mindful quitter ya buddy 🙂


Content of The Week

Perusahaan besar dan bonafide memang terlihat keren. Sayangnya banyak orang kecelesetelah kerja di perusahaan besar karena ga sesuai sama ekspektasi mereka. Di sini gue bahas enak dan gak enaknya kerja di perusahaan kecil, sedang dan besar. Cek lo cocok di mana.

Kita ga selalu membuat keputusan bagus untuk jangka panjang, sering bersikap irasional

Kenapa? Karena cuma ngandelin firasat, terpengaruh bias dan emosional, dan tergoda instant gratification. Gue bahas cara mengatasinya di sini.

Banyak orang pengen digaji tinggi, tetapi ga siap risikonya. Kita mungkin akan diminta ngerjain hal yang ga kita suka, overload, dan mimpin tim gede padahal lebih suka ngulik. Terus, apakah mendingan punya gaji kecil.

Susah ngumpulin dana darurat? Ga pernah bisa nabung, karena gaji selalu abis. Atau baru 50% terkumpul, ada aja pengeluarannya. Kali ini gue mau bahas dana darurat, berapa yang perlu disiapkan dan sebaiknya simpan di mana

Thanks fo

3 views0 comments

Comments


bottom of page